BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
HIV/ AIDS adalah maslah besar yang mengancam Indonesia dan banyak Negaradi
seluruh dunia. UNAIDS, badan WHO yang mengurusi masalah AIDS, memperkirakan
jumlah odha di seluruh dunia pada Desember 2004 adalah 35,9 – 44,3 juta orang.
Saat initidak ada Negara yang terbebas dari HIV/ AIDS. HIV/ AIDS menyebabkan
berbagai krisissecara bersamaan, menyebabkan krisis kesehatan, krisis
pembangunan Negara, krisisekonomi, pendidikan dan juga krisis kemanusiaan.
Dengan kata lain HIV/ AIDSmenyebabkan krisis multidimensi. Sebagai krisis
kesehatan, AIDS memerlukan respon darimasyarakat dan memerlukan layanan
pengobatan dan perawatan untuk individu yangterinfeksi HIV. Individu yang
terjangkit HIV ini biasanya adalah individu yang mendapatdarah atau produk
darah yang terkontaminasi dengan HIV dan anak-anak yang dilahirkan dariibu yang
menderita infeksi HIV.
AIDS
pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein dan Amman padatahun
1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah AIDS pada anak di Amerika
makinlama makin meningkat. Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun
pada anak-anak tertinggi didunia adalah di Afrika.
Dengan
demikian , pada makalah ini akan dibahas mengenai infeksi HIV yang terjadi pada
anak-anak. Hal ini perlu dibahas agar dapat melakukan tindakan yang tepat pada
anak-anak yang terkena HIV, khususnya bagi pemberi perawatan agar laju
pertumbuhan anak yangterkena HIV/AIDS dapat dikurangi.
1.2
Tujuan
Untuk
memahami serta melakukan Asuhan Keperawatan pada klien dengan penyakit HIV/AIDS
1.3 Manfaat
1. Bagi
mahasiswa
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada HIV/AIDS
2. Bagi
pendidikan
Kepada institusi
pendidikan, makalah ini diharapkan dapat dijadikan bahan literature atau referensi pembuatan
makalah selanjutnya.
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
2.1
Pengertian
HIV
adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yakni virus yang menyerang sistem
imun sehingga kekebalan menjadi lemah bahkan sampai hilang. Sedangkan AIDS adalah
singkatan dari Acquired Immunodeficiency Disease Syndrome, yakni suatu penyakit
yang disebabkan oleh virus yaitu virus HIV (Sujana, 2007).
HIV
secara umum adalah virus yang hanya dapat menginfeksi manusia, memperbanyak
diri didalam sel manusia, sehingga menurunkan kekebalan manusia terhadap
penyakit infeksi.
AIDS
adalah sekumpulan tanda dan gejala penyakit akibat hilangnya atau menurunnya
sistemkekebalan tubuh seseorang yang didapat karena terinfeksi HIV.
AIDS
adalah salah satu penyakit retrovirus epidemic menular, yang disebabkan
olehinfeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai depresi berat
imunitas seluler, danmengenai kelompok resiko tertentu, termasuk pria
homoseksual, atau biseksual, penyalahgunaan obat intra vena, penderita hemofilia,
dan penerima transfusi darah lainnya,hubungan seksual dan individu yang
terinfeksi virus tersebut. (DORLAN, 2002)
2.2
Etiologi
Penyebab
penyakit AIDs adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok retrovirus yang
biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit
ini dapat ditularkan melalui Hubungan seksual dengan pasangan yang
berganti-ganti dengan yang terinfeksi HIV, Transfusi darah yang terinfeksi HIV,
Tertusuk jarum bekas penderita HIV, Ibu hamil menderita HIV.
Transmisi infeksi HIV
dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1.
Periode jendela.
Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2.
Fase infeksi HIV primer
akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3.
Infeksi asimtomatik.
Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4.
Supresi imun
simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun,
diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5.
AIDS. Lamanya
bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan
manifestasi neurologist.
2.3
Patofisiologi
Penyebab
acquired immunodeficiency syndrome(AIDS) adalah human immune deficiency
virus(HIV), yang melekat dan memasuki limfosit Thelper CD4+. Virustersebut
menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologis lainnya, dan orang itu
mengalamidestruksi sel CD4+ secara bertahap. Sel-sel yang memperkuat dan
mengulang responsimunologis diperlukan untuk mempertahankan kesehatan yang baik
dan bila sel-sel tersebut berkurang dan rusak maka fungsi imun lain akan
terganggu.HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus untuk
melewati sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi limfosit B juga
terpengaruh dengan peningkatan produksi immunoglobulin total yang berhubungan
dengan penurunan produksi antibodyspesifik. Dengan memburuknya sistem imun
secara progresif, tubuh menjadi semakin rentanterhadap infeksi oportunistik dan
juga berkurang kemampuannya dalam memperlambatreplikasi HIV. Infeksi HIV
dimanifestasikan sebagai penyakit multisystem yang dapat bersifatdolman
bertahun-tahun karena menyebabkan imunodefisiensi secara bertahap. Kecepatan
perkembangan dan manifestasi klinis penyakit ini bervariasi orang ke orang (Bezt,
CecilyLynn. 2009).
2.5
Manifestasi Klinis
Masa antara terinfeksi HIV dan timbul
gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan-10 tahun. Rata-rata masa inkubasi 21
bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada orang dewasa. Tanda-tanda yang
ditemui pada penderita AIDS antara lain :
1. Gejala
yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam
tubuh:sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 380C sampai 400C
dengan pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai dengan
timbulnya bercak kemerahan pada kulit.
2. Gejala
dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah infeksi,
dapatmuncul gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis yaitu
pembesaran getah beningyang terus membesar lebih luas misalnya di leher, ketiak
dan lipat paha. Kemudian seringkeluar keringat malam tanpa penyebab yang jelas.
Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan sampai kurang 5 kg setiap
bulan, batuk kering, diare, bercak-bercak di kulit, timbul tukak (ulceration),
perdarahan, sesak nafas, kelumpuhan, gangguan penglihatan, kejiwaan terganggu.
Gejala ini diindikasikan dengan adanya kerusakan sistemkekebalan tubuh.
3. Pada
tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan
menderitaAIDS. Pada tahap ini penderita sering diserang penyakit berbahaya
seperti kelainan otak,meningitis, kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang
menyebar, tuberkulosis paru (TBC),diare kronik, candidiasis mulut dan
pneumonia.
Menurut Cecily L Betz,
anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada masa perinatal tampak normal
pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama
kehidupan.Manifestasi klinisnya antara lain:
1. Berat
badan lahir rendah.
2. Gagal
tumbuh.
3. Limfadenopati
umum.
4. Hepatosplenomegali.
5. Sinusitis.
6. Infeksi
saluran pernapasan atas berulang.
7. Parotitis.
8. Diare
kronik atau kambuhan.
9. Infeksi
bakteri dan virus kambuhan.
10.Infeksi
virus Epstein-Barr persisten.
11.Sariawan
orofaring.
12.Trombositopenia.
13.Infeksi
bakteri seperti meningitis.
14.Pneumonia
interstisial kronik.
2.6
Tanda-tanda
dan gejala
1. Gejala
mayor
a. Gagal
tumbuh atau penurunan berat badan
b. Diare
kronis
c. Demam
memanjang tanpa sebab
d. Tuberkolosis
2. Gejala
minor
a.
Limfadenopati
generalisa
b. Kandidiasis
oral
c. Batuk
menetap
d. Distress
pernapasan / pneumonia
e. Infeksi
berulang
f. Infeksi
kulit generalisata
2.7
Komplikasi
1.
Pneumonia Pneumocystis
carinii (PPC).
2.
Pneumonia interstitial
limfoid
3.
Tuberkulosis (TB)
4.
Virus sinsitial
pernapasan.
5.
Candidiasis esophagus.
6.
Limfadenopati
7.
Diare kronik
2.8
Pemeriksaan
Penunjang
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
a. ELISA (positif; hasil tes yang
positif dipastikan dengan western blot)
c. P24 antigen test (positif untuk
protein virus yang bebas)
d. Kultur HIV(positif; kalau dua kali
uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse transcriptase atau
antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
2. Tes untuk deteksi gangguan system
imun.
a. LED (normal namun perlahan-lahan
akan mengalami penurunan)
b. CD4 limfosit (menurun; mengalami
penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap antigen)
c. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d. Serum mikroglobulin B2 (meningkat
bersamaan dengan berlanjutnya penyakit).
e. Kadar immunoglobulin (meningkat)
2.9
Penatalaksanaan
1. Perawatan
Menurut
Hidayat (2008) perawatan pada pasien yang terinfeksi HIV antara lain:
a. Suportif dengan cara mengusahakan
agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah kemungkinan terjadi infeksi
b. Menanggulangi infeksi opportunistic
atau infeksi lain serta keganasan yang ada
c. Menghambat replikasi HIV dengan obat
antivirus seperti golongan dideosinukleotid,
yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke
DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
d. Mengatasi dampak psikososial
e. Konseling pada keluarga tentang cara
penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga
medis
f. Dalam menangani pasien HIV dan AIDS
tenaga kesehatan harus selalu memperhatikan perlindungan universal (universal
precaution)
2. Pengobatan
a. Pengobatan medikamentosa
mencakupi pemberian obat-obat profilaksis infeksi oportunistik yang tingkat
morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Riset yang luas telah dilakukan dan
menunjukkan kesimpulan rekomendasi pemberian kotrimoksasol pada penderita HIV
yang berusia kurang dari 12 bulan dan siapapun yang memiliki kadar CD4 < 15%
hingga dipastikan bahaya infeksi pneumonia akibat parasit Pneumocystis jiroveci
dihindari. Pemberian Isoniazid (INH) sebagai profilaksis penyakit TBC pada
penderita HIV masih diperdebatkan. Kalangan yang setuju berpendapat langkah ini
bermanfaat untuk menghindari penyakit TBC yang berat, dan harus dibuktikan
dengan metode diagnosis yang handal. Kalangan yang menolak menganggap bahwa di
negara endemis TBC, kemungkinan infeksi TBC natural sudah terjadi. Langkah
diagnosis perlu dilakukan untuk menetapkan kasus mana yang memerlukan
pengobatan dan yang tidak.
b. Obat profilaksis lain adalah
preparat nistatin untuk antikandida, pirimetamin untuk toksoplasma, preparat
sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan sesuai kondisi klinis yang
ditemukan pada penderita.
c. Pengobatan penting adalah pemberian
antiretrovirus atau ARV. Riset mengenai obat ARV terjadi sangat pesat, meskipun
belum ada yang mampu mengeradikasi virus dalam bentuk DNA proviral pada stadium
dorman di sel CD4 memori. Pengobatan infeksi HIV dan AIDS sekarang menggunakan
paling tidak 3 kelas anti virus, dengan sasaran molekul virus
dimana tidak ada homolog manusia. Obat pertama ditemukan pada tahun 1990, yaitu
Azidothymidine (AZT) suatu analog nukleosid deoksitimidin yang bekerja pada
tahap penghambatan kerja enzim transkriptase riversi. Bila obat ini digunakan
sendiri, secara bermakna dapat mengurangi kadar RNA HIV plasma selama beberapa
bulan atau tahun. Biasanya progresivitas penyakti HIV tidak dipengaruhi oleh
pemakaian AZT, karena pada jangka panjang virus HIV berevolusi membentuk mutan
yang resisten terhadap obat.
3. Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat
dicegah melalui :
a. Saat hamil. Penggunaan antiretroviral selama
kehamilan yang bertujuan agar vital load rendah sehingga jumlah virus yang ada
di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV.
b. Saat melahirkan. Penggunaan
antiretroviral(Nevirapine) saat persalinan dan bayi baru dilahirkan dan
persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio caesar karena terbukti
mengurangi resiko penularan sebanyak 80%.
c. Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu
tentang resiko dan manfaat ASI
BAB
III
ASKEP
TEORITIS
3.1
Pengkajian
a.
Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, Alamat,
Pekerjaan, Pendidikan, Status Perkawinan, Alamat, Suku Bangsa, Tanggal Masuk.
b.
Riwayat
Kesehatan
1.
Riwayat Kesehatan
Sekarang :
Biasanya
pasien mengatakan mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya, sulit tidur, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah,
kehilangan kontrol diri, nyeri panggul, diare intermitten, terus-menerus yang
disertai/tanpa kram abdominal, tidak nafsu makan, mual/muntah, rasa sakit/tidak
nyaman pada bagian oral, nyeri retrosternal saat menelan, pusing, sakit
kepala, konsentrasi menurun, tidak
merasakan perubahan posisi/getaran, kekuatan otot menurun, ketajaman
penglihatan menurun, kesemutan pada ekstremitas, nyeri, sakit, dan rasa
terbakar pada kaki, nyeri dada pleuritis, nafas pendek, sering batuk berulang,
sering demam berulang, berkeringat malam, takut mengungkapkan pada orang lain
dan takut ditolak lingkungan
2.
Riwayat Kesehatan
Dahulu :
Pasien memiliki riwayat melakukan
hubungan seksual dengan pasangan yang positif mengidap HIV/AIDS, pasangan
seksual multiple, aktivitas seksual yang tidak terlindung, seks anal,
homoseksual, penggunaan kondom yang tidak konsisten, menggunakan pil pencegah
kehamilan (meningkatkan kerentanan terhadap virus pada wanita yang terpajan
karena peningkatan kekeringan/friabilitas vagina), pemakai obat-obatan IV dengan jarum suntik
yang bergantian, riwayat menjalani transfusi darah berulang, dan mengidap
penyakit defesiensi imun.
3.
Riwayat Kesehatan
Keluarga :
Riwayat HIV/AIDS pada keluarga,
kehamilan keluarga dengan HIV/AIDS, keluarga pengguna obat-obatan terlarang.
c.
Data Spritual
Biasanya klien yang mengalami HIV / AIDS
ibadahnya menjadi terganggu karna klian
merasakan nyeri.
d. Data
Ekonomi
Biasanya klien penyakit gout bisa
terjadi di kalangan ekonomi rendah maupun ekonnomi tinggi.
e. Pola
aktivitas
Biasanya pada klien yang mengalami penyakit HIV
/ AIDS aktivitas
bias tergganggu..
f. Data Piskologis
Pasien dengan HIV/AIDS biasanya mungkin
merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi ia merasakan adanya
kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi
berubah.
g. Pengkajian
Fisik
1.
Aktivitas dan istirahat :
Massa otot menurun,
terjadi respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan pada tekanan
darah, frekuensi denyut jantung, dan pernafasan.
2.
Sirkulasi :
Takikardi, perubahan
tekanan darah postural, penurunan volume nadi perifer, pucat/sianosis,
kapillary refill time meningkat.
3.
Integritas ego:
Perilaku menarik diri,
mengingkari, depresi, ekspresi takut, perilaku marah, postur tubuh mengelak,
menangis, kontak mata kurang, gagal menepati janji atau banyak janji.
4.
Eliminasi :
Diare intermitten,
terus menerus dengan/tanpa nyeri tekan abdomen, lesi/abses rektal/perianal,
feses encer dan/tanpa disertai mukus atau darah, diare pekat, perubahan jumlah,
warna, dan karakteristik urine.
5.
Makanan/cairan :
Adanya bising usus
hiperaktif; penurunan berat badan: parawakan kurus, menurunnya lemak
subkutan/massa otot; turgor kulit buruk; lesi pada rongga mulut, adanya selaput
putih dan perubahan warna; kurangnya kebersihan gigi, adanya gigi yang tanggal;
edema.
6.
Higiene :
Penampilan tidak rapi,
kekurangan dalam aktivitas perawatan diri.
7.
Neurosensori:
Perubahan status mental
dengan rentang antara kacau mental sampai dimensia, lupa, konsentrasi buruk,
kesadaran menurun, apatis, retardasi psikomotor/respon melambat.
8.
Pernapasan :
Biasanya takipnea,
distress pernafasan, perubahan bunyi nafas/bunyi nafas adventisius, batuk
(mulai sedang sampai parah) produktif / nonproduktif, sputum kuning (pada
pneumonia yang menghasilkan sputum).
9.
Keamanan :
Perubahan integritas
kulit : terpotong, ruam, mis. Ekzema, eksantem, psoriasis, perubahan warna,
ukuran/warna mola, mudah terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
a. Rektum
luka, luka-luka perianal atau abses.
b. Timbulnya
nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada dua/lebih area tubuh (leher, ketiak,
paha).
c. Penurunan
kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan.
10.
Seksualitas : Herpes,
kutil atau rabas pada kulit genitalia
11.
Interaksi social :
Perubahan pada interaksi keluarga/orang
terdekat, aktivitas yang tak terorganisasi, perobahan penyusunan tujuan.
3.2
Diagnosa
Yang Kemungkinan Muncul
1. Bersihan jalan nafas inefektif
berhubungan dengan Batuk Non Produktif karena
proses inflamasi
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan pengembangan ekspnsi paru
3. Hipertermi berhubungan dengan demam
(Proses inflamasi)
4. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu
makan.
5. Perubahan eliminasi (BAB) yang
berhubungan dengan peningkatan peristaltik proses inflamasi system pencernaan.
6. Nyeri berhubungan dengan
proses penyakit (misal: ensefalopati, pengobatan).
7. Risiko tinggi kekurangan volume
cairan berhubungan dengan penurunan pemasukan dan pengeluaran sekunder karena
kehilangan nafsu makan dan diare
8. Risiko kerusakan integritas kulit
yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan herpers zoster proses inflamasi
system integumen
9. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan umum
3.3
Intervensi
dan Rasional
Intervensi
Keperawatan Menurut
Wong (2004) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
diagnosa keperawatan pada anak yang menderita HIV antara lain.
1.
Bersihan jalan nafas inefektif
berhubungan dengan Batuk Non Produktif
karena proses inflamasi.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi jalan
nafas kembali efektif.
Kriteria hasil : Dapat mendemonstrasikan batuk efektif, dapat, tidak ada
suara nafas tambahan dan pernafasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa ada
penggunaan otot bantu nafas.
Intervensi dan Rasional
1. Auskultasi area paru, catat area
penurunan/tidak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius,
R/ : penurunan aliran udara terjadi
pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkhial dapat juga terjadi
pada area konsolidasi.
2. Mengkaji ulang tanda-tanda vital
(irama dan frekuensi, serta gerakan dinding dada
R/ : takipnea, pernapasan dangkal
dan gerakan dada tidak simetris terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding
dada dan atau cairan paru-paru
3. Bantu pasien latihan napas sering.
Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, misalnya menekan dada dan
batuk efektif sementara posisi duduk tinggi
R/ : Napas dalam memudahkan ekspansi
maksimum paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan
napas alami membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan
menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih
dalam dan lebih kuat
4. Penghisapan sesuai indikasi
R/ : merangsang batuk atau
pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan
karena batuk tidak efektif atau penurunan tingkat kesadaran
5. Berikan cairan sedikitnya 2500
ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat dari pada dingin
R/ : Cairan (khususnya yang hangat)
memobilisasi dan mengeluarkan sekret
6. Memberikan obat yang dapat
meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti bronchodilator)
R/ : alat untuk menurunkan spasme
bronkhus dengan memobilisasi sekret, obat bronchodilator dapat membantu
mengencerkan sekret sehingga mudah untuk dikeluarkan
2.
Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan pengembangan ekspnsi paru
Tujuan : klien dapat menunjukan pola napas yang efektif
Kriteria hasil: irama, frekuensi, dan kedalaman pernafasan dalam batas
normal, bunyi nafas terdengar jelas, respirator terpasang dengan optimal
Intervensi dan Rasional
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan
dan ekspansi paru. Catat upaya pernafasan, termaksud penggunaan otot bantu.
R/ Kecepatan biasanya meningkat.
Dispnue dan terjadi peningkatan kerja nafas. Kedalaman pernafasan berfariasi tergantung
derajat gagal nafas.
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat
adanya bunyi seperti ronchi.
R/ Bunyi nafas menurun / tidak ada
bila jalan nafas obstruktif sekunder terhadap pendarahan, Ronki dan mengi
menyertai obstrusi jalan nafas/ kegagalan nafas.
3. Tinggkan kepala dan bantu mengubah
posisi. Bangunkan pasien turun sari tempat tidur dan
ambulansi sesegera mungkin.
R/ Duduk tinggi memungkinkan
ekspansi paru memudahkan pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter
sekret.
5. R/ Kongesti alveolar mengakibatkan
batuk kering / iritasi. Sputum berdarah dapat mengakibatkan infark jaringan.
6. Berikan oksigen tambahan.
R/ Memaksimalkan bernafas dan
menurunkan kerja nafas.
3. Hipertermi berhubungan dengan demam (Proses inflamasi)
Tujuan : klien akan mempertahankan suhu tubuh kurang dari 37,5 oC
Kriteria Hasil :
-
Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh,
Nadi normal
Intervensi dan Rasional
1. Pertahankan lingkungan sejuk, dengan
menggunakan piyama dan selimut yang tidak tebal serta pertahankan suhu ruangan
antara 22o dan 24 oC.
R/ : Lingkungan yang sejuk membantu
menurunkan suhu tubuh dengan cara radiasi
2. Beri antipiretik sesuai petunju
R/ : Antipiretik seperti
asetaminofen (Tylenol), efektif menurunkan demam
3. Pantau suhu tubuh anak setiap 1-2
jam, bila terjadi peningkatan secara tiba-tib
R/ : Peningkatan suhu secara
tiba-tiba akan mengakibatkan kejang
4. Beri antimikroba/antibiotik jira
disaranka
R/ : Antimikroba mungkin disarankan
untuk mengobati organismo penyebab.
5. Berikan kompres dengan suhu 37 oC
pada anak untuk menurunkan demam
R/ : kompres hangat efektif
mendinginkan tubuh melalui cara konduksi
4.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu
makan.
Tujuan : Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal dengan kriteria
hasil anak mengkonsumsi jumlah
nutrien yang cukup
Kriteria hasil : - Menunjukkan peningkatan berat
badan
- Tidak mengalami malnutrisi
Intervensi dan Rasional
1. Berikan makanan dan kudapan tinggi
kalori dan tinggi protein.
R/ : Untuk memenuhi kebutuhan tubuh
untuk metabolisme dan pertumbuhan
2. Beri makanan yang disukai anak
R/ : Untuk mendorong agar anak mau
makan
3. Perkaya makanan dengan suplemen
nutrisi, misalnya susu bubuk atau suplemen yang dijual bebas
R/ : Untuk memaksimalkan kualitas
asupan makanan
4. Berikan makanan ketika anak sedang
mau makan dengan baik
R/ : Ketika anak mau makan adalah
kesempatan yang berharga bagi perawat maupun orang tua untuk memberikan makanan
sehingga porsi yang disediakan dihabiskan
5. Gunakan kreativitas untuk mendorong
anak
R/ : Dapat menarik minat anak untuk
makan dan menghabiskan porsi makanan yang disediakan
6. Pantau berat badan dan pertumbuhan
R/ : Pemantauan berat badan
dilakukan sehingga intervensi nutrisi tambahan dapat diimplementasikan bila
pertumbuhan mulai melambat atau berat badan turun
7. Berikan obat antijamur sesuai
instruksi
R/ : Untuk mengobati kandidiasis
oral
5.
Perubahan eliminasi (BAB) yang
berhubungan dengan peningkatan peristaltik proses inflamasi system pencernaan.
Tujuan : klien dapat melaporkan penurunan frekuensi defekasi dengan
kriteria, konsistensi feases kembali normal dan orang keluarga mampu
mengidentifikasi/menghindari faktor pemberat.
Kriteria hasil :
BAB dalam batas normal, tidak ada
kelainan.
Intervensi dan Rasional
1. Observasi dan catat frekuensi
defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus
R/ : Membantu membedakan penyakit
individu dan mengkaji beratnya episode.
2. Tingkat tirah baring, berikan
alat-alat disamping tempat tidur
R/ : Istirahat menurunkan motilitas
usus juga menurunkan laju metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai
komplikasi.
3. Buang feses dengan cepat dan berikan
pengharum ruangan
R/ : menurunkan bau tidak sedap
untuk menghindari rasa malu pasien
4. Identifikasi makanan dan cairan yang
mencetuskan diare (misalnya sayuran segar, buah, sereal, bumbu, minuman
karnonat, produks susu)
R/ : Menghindarkan irirtan
meningkatkan istirahat usus
5. Mulai lagi pemasukan cairan per oral
secara bertahap dan hindari minuman dingin
R/ : memberikan istirahat kolon
dengan menghilangkan atau menurunkan rangsang makanan/cairan. Makan kembali
secara bertahap cairan mencegah kram dan diare berulang, namun cairan yang
dingin dapat meningkatkan motilitas usus
6. Berikan kolaburasi antibiotik
R/ : Mengobati infeksi supuratif
fokal
6.
Nyeri berhubungan dengan
proses penyakit (misal: ensefalopati, pengobatan).
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan atau tidak ada bukti nyeri atau
peka rangsang dengan kriteria hasil bukti-bukti atau peka rangsang yang
ditunjukkan anak minimal atau tidak ada
Kriteria hasil :
-
Pasien menyatakan nyeri hilang/terkontrol
-
Pasien mengikuti program terapeutik menunjukkan metode mengurangi nyeri
Intervensi dan Rasional
1. Kaji nyeri dan gunakan strategi
nonfarmakologis
R/ : Teknik-teknik seperti
relaksasi, pernapasan dalam berirama dan distraksi dapat membuat nyeri dapat
lebih ditoleransi
2. Untuk bayi dapat dicoba tindakan
kenyamanan umum (misalnya: mengayun, menggendong, membuai, menurunkan stimulus
lingkungan
R/ : Dapat mengurangi nyeri atau
mengalihkan nyeri anak
3. Gunakan strategi farmakologis
R/ : rapat membantu mengurangi atau
menghilangkan nyeri
4. Rencanakan jadual awal pencegahan
bila analgesik efektif dalam mengurangi nyeri yang terus menerus
R/ : Untuk mempertahankan kadar
analgesik mantap dalam darah
5. Anjurkan penggunaan premedikasi
untuk prosedur yang menimbulkan nyeri
R/ : Dapat mengurangi nyeri pada
saat dilakukan tindakan perawatan
6. Gunakan catatan pengkajian nyeri
R/ : Untuk mengevaluasi efektifitas
intervensi keperawatan
7.
Risiko tinggi kekurangan volume
cairan berhubungan dengan penurunan pemasukan dan pengeluaran sekunder karena
kehilangan nafsu makan dan diare
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat dengan kriteria hasil :
tidak ada ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil, kualitas denyut
nadi baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urine
yang sesuai).
Kriteria hasil :
Mempertahankan hidarasi
kuat,tanda-tanda vital adekuat.
Intervensi dan Rasional
1. Ukur dan catat pemasukan dan
pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi.
R/ : dokumentasi yang akurat akan
membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan/kebutuhan penggantian dan
pilihan-pilihan yang mempengaruhi intervensi.
2. Pantau tanda-tanda vital.
R/ :
hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan
mengindikasikan kekurangan kekurangan cairan.
3. Letakkan pasien pada posisi yang
sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan.
R/ : elevasi kepala dan posisi
miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi yang benar akan
mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada
diafragma.
4. Pantau suhu kulit, palpasi denyut
perifer.
R/ : kulit
yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi
perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.
5. Kolaborasi, berikan cairan
parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander sesuai petunjuk.
Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
R/ : gantikan kehilangan cairan yang
telah didokumentasikan. Catat waktu penggangtian volume sirkulasi yang
potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya ketidak seimbangan.
8.
Risiko kerusakan integritas kulit
yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan herpers zoster proses inflamasi
system integumen
Tujuan : Anak menunjukkan integritas kulit yang utuh dengan kriteria
hasil : infeksi virus herpes tidak meluas, anak tidak menggaruk kulit yang
terinfeksi dan orang tua mendemonstrasikan cara perawatan kulit untuk mencegah
kerusakan kulit.
Kriteria hasil:
Menunjukkan regenerasi jaringan,
mencapai penyembuhan cepat waktu pada jaringan yang rusak.
Intervensi dan Rasional
1. Pasang alat pelembab dalam rumah
untuk menghindari kulit terlalu kering
R/ : Kulit yang kering dapat
mempermudah terjadinya kerusakan kulit sehingga perlu dijaga kelembabannya
sehingga kulit tidak mudah lecet
2. Bersihkan daerah yang tidak infeksi
R/ : membersighan daerah yang tidak
terinfeksi dapat mencegah terjadinya perluasan infeksi kulit
3. Sarankan klien untuk tidak menggaruk
R/ : Menggaruk dapat mendorong
terjadinya diskountinuitas jaringan kulit, apa bila jika dilakukan dengan
keras/kuat
4. Kulit yang mengeras dan bersisik
jangan dikupas, biarkan terkelupas sendir
R/ : berusaha mengelupas/melepas
kulit yang bersisik dapat memicu terjadinya luka pada kulit yang bersisik
5. Pemberian antibiotik sistemik
R/ : pemberian antibiotik dapat
membantu membasmi bakteri sehingga infeksi kulit tidak meluas
9.
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan umum
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan klien dapat melakukan
aktivitas dengan sendiri
Kriteria Hasil :
Melaporkan / menunjukkan peningkatan
toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tidak adanya dispnea,
kelemahan berlebihan dan TTV dalam rentang normal
Intervensi dan Rasional
1.
Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat beraktivitas
R/ merencanaan intervensi yang tepat
2.
Cegah klien jatuh dengan memberikan pagar pengaman pada
tempat tidur
R/ menjaga kenyamana klien
3.
Bantu pasien dalam beraktivitas sesuai kmampuan klien
R/ pasien dapat memilih dan
merencanakannya sendiri
4.
Tingkatkan aktivitas sesuai batas toleransi
R/ mempertahankan tonus otot
5.
Catat tanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas
R/ mengkaji sejauh mana perbedaan
peningkatan selama beraktivitas
6.
Lakukan istirahat yang adekuat setelah latihan dan
beraktivitas
R/ membantu mengmbalikan energi
7.
Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi dengan ahli diet
R/ metabolisme membutuhkan energi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
HIV
adalah virus yang menyerang sistem imun sehingga kekebalan menjadi lemah bahkan
sampai hilang. Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency
Disease Syndrome, yakni suatu penyakityang disebabkan oleh virus yaitu virus
HIV.
HIV
secara umum adalah virus yang hanya dapat menginfeksimanusia, memperbanyak diri
didalam sel manusia, sehingga menurunkan kekebalan manusia terhadap penyakit
infeksi.
AIDS
adalah sekumpulan tanda dan gejala penyakit akibat hilangnya atau menurunnya
sistemkekebalan tubuh seseorang yang didapat karena terinfeksi HIV.
AIDS
merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dan kelainan ringan
dalamrespon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi
dan berkaitandengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan
kelainan malignitas yang jarang terjadi.
4.2
Saran
Kami
dari kelompok mengharapkan saran dari pembaca agar dapat member kritik dan
saran untuk kesempurnaan makalah Asuhan Keperawatan pada klien dengan penyakit
HIV / AIDS.
Daftar pustaka
Capernito,
Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan. Terj Monica Ester. Jakarta : EGC, 2000.
Doenges,
Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Terj I
Made Kariasa (et al.). Jakarta : EGC, 1999.
Price,
Sylvia A. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Ed 6. Terj Brahm U. Pendit (et al.). Jakarta : EGC,
2005.
Smeltzer,
Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Ed 8, Terj Agung Waluyo (et al.). Jakarta :
EGC, 2001.