Rabu, 22 April 2015

ASKEP HIV

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Masalah HIV/ AIDS adalah maslah besar yang mengancam Indonesia dan banyak Negaradi seluruh dunia. UNAIDS, badan WHO yang mengurusi masalah AIDS, memperkirakan jumlah odha di seluruh dunia pada Desember 2004 adalah 35,9 – 44,3 juta orang. Saat initidak ada Negara yang terbebas dari HIV/ AIDS. HIV/ AIDS menyebabkan berbagai krisissecara bersamaan, menyebabkan krisis kesehatan, krisis pembangunan Negara, krisisekonomi, pendidikan dan juga krisis kemanusiaan. Dengan kata lain HIV/ AIDSmenyebabkan krisis multidimensi. Sebagai krisis kesehatan, AIDS memerlukan respon darimasyarakat dan memerlukan layanan pengobatan dan perawatan untuk individu yangterinfeksi HIV. Individu yang terjangkit HIV ini biasanya adalah individu yang mendapatdarah atau produk darah yang terkontaminasi dengan HIV dan anak-anak yang dilahirkan dariibu yang menderita infeksi HIV.
AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein dan Amman padatahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah AIDS pada anak di Amerika makinlama makin meningkat. Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun pada anak-anak tertinggi didunia adalah di Afrika.
Dengan demikian , pada makalah ini akan dibahas mengenai infeksi HIV yang terjadi pada anak-anak. Hal ini perlu dibahas agar dapat melakukan tindakan yang tepat pada anak-anak yang terkena HIV, khususnya bagi pemberi perawatan agar laju pertumbuhan anak yangterkena HIV/AIDS dapat dikurangi.
1.2  Tujuan
Untuk memahami serta melakukan Asuhan Keperawatan pada klien dengan penyakit HIV/AIDS

1.3  Manfaat
1.    Bagi mahasiswa
Mahasiswa mampu  melaksanakan asuhan keperawatan pada HIV/AIDS
2.    Bagi pendidikan
Kepada institusi pendidikan, makalah ini diharapkan dapat dijadikan bahan literature atau referensi pembuatan makalah selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1  Pengertian
           HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yakni virus yang menyerang sistem imun sehingga kekebalan menjadi lemah bahkan sampai hilang. Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Disease Syndrome, yakni suatu penyakit yang disebabkan oleh virus yaitu virus HIV (Sujana, 2007).
           HIV secara umum adalah virus yang hanya dapat menginfeksi manusia, memperbanyak diri didalam sel manusia, sehingga menurunkan kekebalan manusia terhadap penyakit infeksi.
AIDS adalah sekumpulan tanda dan gejala penyakit akibat hilangnya atau menurunnya sistemkekebalan tubuh seseorang yang didapat karena terinfeksi HIV.
AIDS adalah salah satu penyakit retrovirus epidemic menular, yang disebabkan olehinfeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai depresi berat imunitas seluler, danmengenai kelompok resiko tertentu, termasuk pria homoseksual, atau biseksual, penyalahgunaan obat intra vena, penderita hemofilia, dan penerima transfusi darah lainnya,hubungan seksual dan individu yang terinfeksi virus tersebut. (DORLAN, 2002)

2.2  Etiologi
            Penyebab penyakit AIDs adalah HIV yaitu virus yang masuk dalam kelompok retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini dapat ditularkan melalui Hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti dengan yang terinfeksi HIV, Transfusi darah yang terinfeksi HIV, Tertusuk jarum bekas penderita HIV, Ibu hamil menderita HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1.         Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2.         Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3.         Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4.         Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5.         AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.

2.3  Patofisiologi
           Penyebab acquired immunodeficiency syndrome(AIDS) adalah human immune deficiency virus(HIV), yang melekat dan memasuki limfosit Thelper CD4+. Virustersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologis lainnya, dan orang itu mengalamidestruksi sel CD4+ secara bertahap. Sel-sel yang memperkuat dan mengulang responsimunologis diperlukan untuk mempertahankan kesehatan yang baik dan bila sel-sel tersebut berkurang dan rusak maka fungsi imun lain akan terganggu.HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus untuk melewati sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi limfosit B juga terpengaruh dengan peningkatan produksi immunoglobulin total yang berhubungan dengan penurunan produksi antibodyspesifik. Dengan memburuknya sistem imun secara progresif, tubuh menjadi semakin rentanterhadap infeksi oportunistik dan juga berkurang kemampuannya dalam memperlambatreplikasi HIV. Infeksi HIV dimanifestasikan sebagai penyakit multisystem yang dapat bersifatdolman bertahun-tahun karena menyebabkan imunodefisiensi secara bertahap. Kecepatan perkembangan dan manifestasi klinis penyakit ini bervariasi orang ke orang (Bezt, CecilyLynn. 2009).
2.5   Manifestasi Klinis
Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan-10 tahun. Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada orang dewasa. Tanda-tanda yang ditemui pada penderita AIDS antara lain :
1.    Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam tubuh:sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 380C sampai 400C dengan pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai dengan timbulnya bercak kemerahan pada kulit.
2.    Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah infeksi, dapatmuncul gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis yaitu pembesaran getah beningyang terus membesar lebih luas misalnya di leher, ketiak dan lipat paha. Kemudian seringkeluar keringat malam tanpa penyebab yang jelas. Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan sampai kurang 5 kg setiap bulan, batuk kering, diare, bercak-bercak di kulit, timbul tukak (ulceration), perdarahan, sesak nafas, kelumpuhan, gangguan penglihatan, kejiwaan terganggu. Gejala ini diindikasikan dengan adanya kerusakan sistemkekebalan tubuh.
3.    Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan menderitaAIDS. Pada tahap ini penderita sering diserang penyakit berbahaya seperti kelainan otak,meningitis, kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang menyebar, tuberkulosis paru (TBC),diare kronik, candidiasis mulut dan pneumonia.
Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada masa perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama kehidupan.Manifestasi klinisnya antara lain:
1.    Berat badan lahir rendah.
2.    Gagal tumbuh.
3.    Limfadenopati umum.
4.    Hepatosplenomegali.
5.    Sinusitis.
6.    Infeksi saluran pernapasan atas berulang.
7.    Parotitis.
8.    Diare kronik atau kambuhan. 
9.    Infeksi bakteri dan virus kambuhan.
10.Infeksi virus Epstein-Barr persisten.
11.Sariawan orofaring.
12.Trombositopenia.
13.Infeksi bakteri seperti meningitis.
14.Pneumonia interstisial kronik.

2.6  Tanda-tanda dan gejala
1.    Gejala mayor
a.    Gagal tumbuh atau penurunan berat badan
b.    Diare kronis
c.    Demam memanjang tanpa sebab
d.   Tuberkolosis
2.    Gejala minor 
a.    Limfadenopati generalisa
b.    Kandidiasis oral
c.    Batuk menetap
d.   Distress pernapasan / pneumonia
e.    Infeksi berulang
f.     Infeksi kulit generalisata
2.7  Komplikasi
1.         Pneumonia Pneumocystis carinii (PPC).
2.         Pneumonia interstitial limfoid
3.         Tuberkulosis (TB)
4.         Virus sinsitial pernapasan.
5.         Candidiasis esophagus.
6.         Limfadenopati
7.         Diare kronik
2.8       Pemeriksaan Penunjang
1.      Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
a.       ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
b.      Western blot (positif)
c.       P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
d.      Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat)
2.      Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a.       LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
b.      CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi terhadap antigen)
c.       Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d.      Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit).
e.       Kadar immunoglobulin (meningkat)

2.9  Penatalaksanaan
1.    Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada pasien yang terinfeksi HIV antara lain:
a.       Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah kemungkinan terjadi infeksi
b.      Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
c.       Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
d.      Mengatasi dampak psikososial
e.       Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
f.       Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)
2.    Pengobatan
a.    Pengobatan  medikamentosa mencakupi pemberian obat-obat profilaksis infeksi oportunistik yang tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Riset yang luas telah dilakukan dan menunjukkan kesimpulan rekomendasi pemberian kotrimoksasol pada penderita HIV yang berusia kurang dari 12 bulan dan siapapun yang memiliki kadar CD4 < 15% hingga dipastikan bahaya infeksi pneumonia akibat parasit Pneumocystis jiroveci dihindari. Pemberian Isoniazid (INH) sebagai profilaksis penyakit TBC pada penderita HIV masih diperdebatkan. Kalangan yang setuju berpendapat langkah ini bermanfaat untuk menghindari penyakit TBC yang berat, dan harus dibuktikan dengan metode diagnosis yang handal. Kalangan yang menolak menganggap bahwa di negara endemis TBC, kemungkinan infeksi TBC natural sudah terjadi. Langkah diagnosis perlu dilakukan untuk menetapkan kasus mana yang memerlukan pengobatan dan yang tidak.
b.    Obat profilaksis lain adalah preparat nistatin untuk antikandida, pirimetamin untuk toksoplasma, preparat sulfa untuk malaria, dan obat lain yang diberikan sesuai kondisi klinis yang ditemukan pada penderita.
c.    Pengobatan penting adalah pemberian antiretrovirus atau ARV. Riset mengenai obat ARV terjadi sangat pesat, meskipun belum ada yang mampu mengeradikasi virus dalam bentuk DNA proviral pada stadium dorman di sel CD4 memori. Pengobatan infeksi HIV dan AIDS sekarang menggunakan paling tidak 3 kelas anti virus, dengan sasaran molekul virus dimana tidak ada homolog manusia. Obat pertama ditemukan pada tahun 1990, yaitu Azidothymidine (AZT) suatu analog nukleosid deoksitimidin yang bekerja pada tahap penghambatan kerja enzim transkriptase riversi. Bila obat ini digunakan sendiri, secara bermakna dapat mengurangi kadar RNA HIV plasma selama beberapa bulan atau tahun. Biasanya progresivitas penyakti HIV tidak dipengaruhi oleh pemakaian AZT, karena pada jangka panjang virus HIV berevolusi membentuk mutan yang resisten terhadap obat.
3.       Pencegahan
Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui :
a.       Saat hamil. Penggunaan antiretroviral selama kehamilan yang bertujuan agar vital load rendah sehingga jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk menularkan HIV.
b.      Saat melahirkan. Penggunaan antiretroviral(Nevirapine) saat persalinan dan bayi baru dilahirkan dan persalinan sebaiknya dilakukan dengan metode sectio caesar karena terbukti mengurangi resiko penularan sebanyak 80%.
c.       Setelah lahir. Informasi yang lengkap kepada ibu tentang resiko dan manfaat ASI


BAB III
ASKEP TEORITIS
3.1  Pengkajian
a.         Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, Alamat, Pekerjaan, Pendidikan, Status Perkawinan, Alamat, Suku Bangsa, Tanggal Masuk.
b.        Riwayat Kesehatan
1.              Riwayat Kesehatan Sekarang :
Biasanya pasien mengatakan mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, sulit tidur, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, nyeri panggul, diare intermitten, terus-menerus yang disertai/tanpa kram abdominal, tidak nafsu makan, mual/muntah, rasa sakit/tidak nyaman pada bagian oral, nyeri retrosternal saat menelan, pusing, sakit kepala,  konsentrasi menurun, tidak merasakan perubahan posisi/getaran, kekuatan otot menurun, ketajaman penglihatan menurun, kesemutan pada ekstremitas, nyeri, sakit, dan rasa terbakar pada kaki, nyeri dada pleuritis, nafas pendek, sering batuk berulang, sering demam berulang, berkeringat malam, takut mengungkapkan pada orang lain dan takut ditolak lingkungan

2.              Riwayat Kesehatan Dahulu :
Pasien memiliki riwayat melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang positif mengidap HIV/AIDS, pasangan seksual multiple, aktivitas seksual yang tidak terlindung, seks anal, homoseksual, penggunaan kondom yang tidak konsisten, menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan kerentanan terhadap virus pada wanita yang terpajan karena peningkatan kekeringan/friabilitas vagina),  pemakai obat-obatan IV dengan jarum suntik yang bergantian, riwayat menjalani transfusi darah berulang, dan mengidap penyakit defesiensi imun.
3.              Riwayat Kesehatan Keluarga :
Riwayat HIV/AIDS pada keluarga, kehamilan keluarga dengan HIV/AIDS, keluarga pengguna obat-obatan terlarang.
c.         Data Spritual
Biasanya klien yang mengalami HIV / AIDS ibadahnya  menjadi terganggu karna klian merasakan nyeri.
d.   Data Ekonomi
Biasanya klien penyakit gout bisa terjadi di kalangan ekonomi rendah maupun ekonnomi tinggi.
e.    Pola aktivitas
Biasanya pada klien yang mengalami penyakit HIV / AIDS aktivitas bias tergganggu..
f.     Data  Piskologis
Pasien dengan HIV/AIDS biasanya mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah.
g.    Pengkajian Fisik
1.    Aktivitas dan istirahat        :
Massa otot menurun, terjadi respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan pada tekanan darah, frekuensi denyut jantung, dan pernafasan.
2.    Sirkulasi :
Takikardi, perubahan tekanan darah postural, penurunan volume nadi perifer, pucat/sianosis, kapillary refill time meningkat.
3.    Integritas ego:
Perilaku menarik diri, mengingkari, depresi, ekspresi takut, perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, kontak mata kurang, gagal menepati janji atau banyak janji.
4.    Eliminasi :
Diare intermitten, terus menerus dengan/tanpa nyeri tekan abdomen, lesi/abses rektal/perianal, feses encer dan/tanpa disertai mukus atau darah, diare pekat, perubahan jumlah, warna, dan karakteristik urine.
5.    Makanan/cairan :
Adanya bising usus hiperaktif; penurunan berat badan: parawakan kurus, menurunnya lemak subkutan/massa otot; turgor kulit buruk; lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna; kurangnya kebersihan gigi, adanya gigi yang tanggal; edema.
6.    Higiene  :
Penampilan tidak rapi, kekurangan dalam aktivitas perawatan diri.
7.    Neurosensori:
Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental sampai dimensia, lupa, konsentrasi buruk, kesadaran menurun, apatis, retardasi psikomotor/respon melambat.
8.     Pernapasan :
Biasanya takipnea, distress pernafasan, perubahan bunyi nafas/bunyi nafas adventisius, batuk (mulai sedang sampai parah) produktif / nonproduktif, sputum kuning (pada pneumonia yang menghasilkan sputum).
9.    Keamanan :
Perubahan integritas kulit : terpotong, ruam, mis. Ekzema, eksantem, psoriasis, perubahan warna, ukuran/warna mola, mudah terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
a.       Rektum luka,  luka-luka perianal atau abses.
b.      Timbulnya nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada dua/lebih area tubuh (leher, ketiak, paha).
c.       Penurunan kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan.
10.               Seksualitas : Herpes, kutil atau rabas pada kulit genitalia
11.               Interaksi social :
 Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat, aktivitas yang tak terorganisasi, perobahan penyusunan tujuan.
3.2  Diagnosa Yang Kemungkinan Muncul
1.      Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan  Batuk Non Produktif karena proses inflamasi
2.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan ekspnsi paru
3.      Hipertermi berhubungan dengan demam (Proses inflamasi)
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan.
5.      Perubahan eliminasi (BAB) yang berhubungan dengan peningkatan peristaltik proses inflamasi system pencernaan.
6.      Nyeri berhubungan dengan  proses penyakit (misal: ensefalopati, pengobatan).
7.      Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
8.      Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan herpers zoster proses inflamasi system integumen
9.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
3.3  Intervensi dan Rasional
Intervensi Keperawatan Menurut Wong (2004) intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan pada anak yang menderita HIV antara lain.
1.    Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan  Batuk Non Produktif karena proses inflamasi.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi jalan nafas  kembali efektif.
Kriteria hasil : Dapat mendemonstrasikan batuk efektif, dapat, tidak ada suara nafas tambahan dan pernafasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu nafas.

Intervensi dan Rasional
1.      Auskultasi area paru, catat area penurunan/tidak ada aliran udara dan bunyi napas adventisius,
R/ : penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkhial dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
2.      Mengkaji ulang tanda-tanda vital (irama dan frekuensi, serta gerakan dinding dada
R/ : takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding dada dan atau cairan paru-paru
3.      Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari melakukan batuk, misalnya menekan dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi
R/ : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat
4.      Penghisapan sesuai indikasi
R/ : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tidak efektif atau penurunan tingkat kesadaran
5.      Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat dari pada dingin
R/ : Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret
6.      Memberikan obat yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti bronchodilator)
R/ : alat untuk menurunkan spasme bronkhus dengan memobilisasi sekret, obat bronchodilator dapat membantu mengencerkan sekret sehingga mudah untuk dikeluarkan
 
2.    Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan ekspnsi paru
Tujuan : klien dapat menunjukan pola napas yang efektif
Kriteria hasil: irama, frekuensi, dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, bunyi nafas terdengar jelas, respirator terpasang dengan optimal
Intervensi dan Rasional
1.      Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernafasan, termaksud penggunaan otot bantu.
R/ Kecepatan biasanya meningkat. Dispnue dan terjadi peningkatan kerja nafas. Kedalaman pernafasan berfariasi tergantung derajat gagal nafas.
2.      Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi seperti ronchi.
R/ Bunyi nafas menurun / tidak ada bila jalan nafas obstruktif sekunder terhadap pendarahan, Ronki dan mengi menyertai obstrusi jalan nafas/ kegagalan nafas.
3.      Tinggkan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien    turun sari tempat tidur dan ambulansi sesegera mungkin.
R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru memudahkan pernafasan.
4.      Observasi pola batuk dan karakter sekret.
5.      R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering / iritasi. Sputum berdarah dapat mengakibatkan infark jaringan.
6.      Berikan oksigen tambahan.
R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
3.    Hipertermi berhubungan dengan demam (Proses inflamasi)
Tujuan : klien akan mempertahankan suhu tubuh kurang dari 37,5 oC
Kriteria Hasil :
-          Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh, Nadi normal

Intervensi dan Rasional
1.    Pertahankan lingkungan sejuk, dengan menggunakan piyama dan selimut yang tidak tebal serta pertahankan suhu ruangan antara 22o dan 24 oC.
R/ : Lingkungan yang sejuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan cara radiasi
2.    Beri antipiretik sesuai petunju
R/ : Antipiretik seperti asetaminofen (Tylenol), efektif menurunkan demam
3.    Pantau suhu tubuh anak setiap 1-2 jam, bila terjadi peningkatan secara tiba-tib
R/ : Peningkatan suhu secara tiba-tiba akan mengakibatkan kejang
4.    Beri antimikroba/antibiotik jira disaranka
R/ : Antimikroba mungkin disarankan untuk mengobati organismo penyebab.
5.    Berikan kompres dengan suhu 37 oC pada anak untuk menurunkan demam
R/ : kompres hangat efektif mendinginkan tubuh melalui cara konduksi

4.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan.
Tujuan : Pasien mendapatkan nutrisi yang optimal dengan kriteria hasil anak         mengkonsumsi jumlah nutrien yang cukup
        Kriteria hasil      : - Menunjukkan peningkatan berat badan
  - Tidak mengalami malnutrisi

Intervensi dan Rasional
1.    Berikan makanan dan kudapan tinggi kalori dan tinggi protein.
R/ : Untuk memenuhi kebutuhan tubuh untuk metabolisme dan pertumbuhan
2.    Beri makanan yang disukai anak
R/ : Untuk mendorong agar anak mau makan
3.    Perkaya makanan dengan suplemen nutrisi, misalnya susu bubuk atau suplemen yang dijual bebas
R/ : Untuk memaksimalkan kualitas asupan makanan
4.    Berikan makanan ketika anak sedang mau makan dengan baik
R/ : Ketika anak mau makan adalah kesempatan yang berharga bagi perawat maupun orang tua untuk memberikan makanan sehingga porsi yang disediakan dihabiskan
5.    Gunakan kreativitas untuk mendorong anak
R/ : Dapat menarik minat anak untuk makan dan menghabiskan porsi makanan yang disediakan
6.    Pantau berat badan dan pertumbuhan
R/ : Pemantauan berat badan dilakukan sehingga intervensi nutrisi tambahan dapat diimplementasikan bila pertumbuhan mulai melambat atau berat badan turun
7.    Berikan obat antijamur sesuai instruksi
R/ : Untuk mengobati kandidiasis oral

5.    Perubahan eliminasi (BAB) yang berhubungan dengan peningkatan peristaltik proses inflamasi system pencernaan.
Tujuan : klien dapat melaporkan penurunan frekuensi defekasi dengan kriteria, konsistensi feases kembali normal dan orang keluarga mampu mengidentifikasi/menghindari faktor pemberat.
Kriteria hasil :
BAB dalam batas normal, tidak ada kelainan.

Intervensi dan Rasional
1.    Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor pencetus
R/ : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episode.
2.    Tingkat tirah baring, berikan alat-alat disamping tempat tidur
R/ : Istirahat menurunkan motilitas usus juga menurunkan laju metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi.
3.    Buang feses dengan cepat dan berikan pengharum ruangan
R/ : menurunkan bau tidak sedap untuk menghindari rasa malu pasien
4.    Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare (misalnya sayuran segar, buah, sereal, bumbu, minuman karnonat, produks susu)
R/ : Menghindarkan irirtan meningkatkan istirahat usus
5.    Mulai lagi pemasukan cairan per oral secara bertahap dan hindari minuman dingin
R/ : memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau menurunkan rangsang makanan/cairan. Makan kembali secara bertahap cairan mencegah kram dan diare berulang, namun cairan yang dingin dapat meningkatkan motilitas usus
6.    Berikan kolaburasi antibiotik
R/ : Mengobati infeksi supuratif fokal

6.    Nyeri berhubungan dengan  proses penyakit (misal: ensefalopati, pengobatan).
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan atau tidak ada bukti nyeri atau peka rangsang dengan kriteria hasil bukti-bukti atau peka rangsang yang ditunjukkan anak minimal atau tidak ada
Kriteria hasil         :
-          Pasien menyatakan nyeri hilang/terkontrol
-          Pasien mengikuti program terapeutik menunjukkan  metode mengurangi nyeri



Intervensi dan Rasional
1.    Kaji nyeri dan gunakan strategi nonfarmakologis
R/ : Teknik-teknik seperti relaksasi, pernapasan dalam berirama dan distraksi dapat membuat nyeri dapat lebih ditoleransi
2.    Untuk bayi dapat dicoba tindakan kenyamanan umum (misalnya: mengayun, menggendong, membuai, menurunkan stimulus lingkungan
R/ : Dapat mengurangi nyeri atau mengalihkan nyeri anak
3.    Gunakan strategi farmakologis
R/ : rapat membantu mengurangi atau menghilangkan nyeri
4.    Rencanakan jadual awal pencegahan bila analgesik efektif dalam mengurangi nyeri yang terus menerus
R/ : Untuk mempertahankan kadar analgesik mantap dalam darah
5.    Anjurkan penggunaan premedikasi untuk prosedur yang menimbulkan nyeri
R/ : Dapat mengurangi nyeri pada saat dilakukan tindakan perawatan
6.    Gunakan catatan pengkajian nyeri
R/ : Untuk mengevaluasi efektifitas intervensi keperawatan

7.             Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan nafsu makan dan diare
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat dengan kriteria hasil : tidak ada ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil, kualitas denyut nadi baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urine yang sesuai).
Kriteria hasil :
Mempertahankan hidarasi kuat,tanda-tanda vital adekuat.
Intervensi dan Rasional
1.    Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi.
R/ : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi intervensi.
2.    Pantau tanda-tanda vital.
R/ :     hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan kekurangan cairan.
3.    Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan.
R/ : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
4.    Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
R/ :    kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.
5.    Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
R/ : gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi, misalnya ketidak seimbangan.

8.    Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis seboroik dan herpers zoster proses inflamasi system integumen
Tujuan : Anak menunjukkan integritas kulit yang utuh dengan kriteria hasil : infeksi virus herpes tidak meluas, anak tidak menggaruk kulit yang terinfeksi dan orang tua mendemonstrasikan cara perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit.
Kriteria hasil:
Menunjukkan regenerasi jaringan, mencapai penyembuhan cepat waktu pada jaringan yang rusak.

Intervensi dan Rasional
1.    Pasang alat pelembab dalam rumah untuk menghindari kulit terlalu kering
R/ : Kulit yang kering dapat mempermudah terjadinya kerusakan kulit sehingga perlu dijaga kelembabannya sehingga kulit tidak mudah lecet
2.    Bersihkan daerah yang tidak infeksi
R/ : membersighan daerah yang tidak terinfeksi dapat mencegah terjadinya perluasan infeksi kulit
3.    Sarankan klien untuk tidak menggaruk
R/ : Menggaruk dapat mendorong terjadinya diskountinuitas jaringan kulit, apa bila jika dilakukan dengan keras/kuat
4.    Kulit yang mengeras dan bersisik jangan dikupas, biarkan terkelupas sendir
R/ : berusaha mengelupas/melepas kulit yang bersisik dapat memicu terjadinya luka pada kulit yang bersisik
5.    Pemberian antibiotik sistemik
R/ : pemberian antibiotik dapat membantu membasmi bakteri sehingga infeksi kulit tidak meluas

9.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan klien dapat melakukan aktivitas dengan sendiri
Kriteria Hasil :
Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tidak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan TTV dalam rentang normal

Intervensi dan Rasional
1.        Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat beraktivitas
R/ merencanaan intervensi yang tepat
2.        Cegah klien jatuh dengan memberikan pagar pengaman pada tempat tidur
R/ menjaga kenyamana klien
3.        Bantu pasien dalam beraktivitas sesuai kmampuan klien
R/ pasien dapat memilih dan merencanakannya sendiri
4.        Tingkatkan aktivitas sesuai batas toleransi
R/ mempertahankan tonus otot
5.        Catat tanda vital sebelum dan sesudah beraktivitas
R/ mengkaji sejauh mana perbedaan peningkatan selama beraktivitas
6.        Lakukan istirahat yang adekuat setelah latihan dan beraktivitas
R/ membantu mengmbalikan energi
7.        Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi dengan ahli diet
R/ metabolisme membutuhkan energi

 BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
HIV adalah virus yang menyerang sistem imun sehingga kekebalan menjadi lemah bahkan sampai hilang. Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency Disease Syndrome, yakni suatu penyakityang disebabkan oleh virus yaitu virus HIV.
HIV secara umum adalah virus yang hanya dapat menginfeksimanusia, memperbanyak diri didalam sel manusia, sehingga menurunkan kekebalan manusia terhadap penyakit infeksi.
AIDS adalah sekumpulan tanda dan gejala penyakit akibat hilangnya atau menurunnya sistemkekebalan tubuh seseorang yang didapat karena terinfeksi HIV.
AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dan kelainan ringan dalamrespon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitandengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi.
4.2  Saran
Kami dari kelompok mengharapkan saran dari pembaca agar dapat member kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah Asuhan Keperawatan pada klien dengan penyakit HIV / AIDS.

Daftar pustaka
Capernito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Terj Monica Ester. Jakarta : EGC, 2000.
Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Terj I Made Kariasa (et al.). Jakarta : EGC, 1999.
Price, Sylvia A. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed 6. Terj Brahm U. Pendit (et al.). Jakarta : EGC, 2005.
Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Ed 8, Terj Agung Waluyo (et al.). Jakarta : EGC, 2001.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar